Steam installieren
Anmelden
|
Sprache
简体中文 (Vereinfachtes Chinesisch)
繁體中文 (Traditionelles Chinesisch)
日本語 (Japanisch)
한국어 (Koreanisch)
ไทย (Thai)
Български (Bulgarisch)
Čeština (Tschechisch)
Dansk (Dänisch)
English (Englisch)
Español – España (Spanisch – Spanien)
Español – Latinoamérica (Lateinamerikanisches Spanisch)
Ελληνικά (Griechisch)
Français (Französisch)
Italiano (Italienisch)
Bahasa Indonesia (Indonesisch)
Magyar (Ungarisch)
Nederlands (Niederländisch)
Norsk (Norwegisch)
Polski (Polnisch)
Português – Portugal (Portugiesisch – Portugal)
Português – Brasil (Portugiesisch – Brasilien)
Română (Rumänisch)
Русский (Russisch)
Suomi (Finnisch)
Svenska (Schwedisch)
Türkçe (Türkisch)
Tiếng Việt (Vietnamesisch)
Українська (Ukrainisch)
Ein Übersetzungsproblem melden
Main rifle? Mamang nyerah,
Spray kayak cacing kejang di atas kertas sejarah.
Musuh udah depan mata, crosshair ke mana-mana,
Tapi tetep ngotot, katanya:
“Gua AWP player, bro... ini belum form gua yang sesungguhnya.”
Tim udah maju, darah tumpah di mana-mana,
Mamang di belakang, diem... sambil muter-muter di base kayak ngelukis rencana.
“Save aja guys,” katanya bijak,
Padahal bom udah ke-defuse dari tadi , bang.
AWP? Dia bela-belain nabung kayak nyicil KPR,
Tiap round survive bukan karena jago, tapi karena ngumpet
Kami full buy, dia tetap pistol dan doa,
“Gua lag bro... jitter ini, sabar ya… gua besok beli kabel LAN di Tokopedia.”
Akhirnya pegang AWP, mata berbinar,
Kami semua berharap... mungkin inilah kebangkitan sang jago sabar.
Tapi begitu peek mid — MISS parah.
Langsung mundur, ketik:
“Wah delay barusan, sumpah… gua lagi dipakein cacat banget ini wifi gue."
Bomb his home immediately